KONFERENSI MALINO, AGRESI MILITER II, NEW DELHI, ROEM ROYEN DAN KMB
pada bulan 16 – 22 Juli 1946 pernah dilaksanakan
Konferensi Malino yang bertujuan untuk membahas gagasan berdirinya
Negara Indonesia Timur (NIT).
Konferensi Malino adalah suatu
konferensi yang diadakan pada tanggal
17–
20 Juli 1946 di Kota
Malino,
Sulawesi Selatan, oleh pemerintah
Belanda (
NICA).
Konferensi ini dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dengan tujuan
membahas rencana pembentukan negara-negara bagian yang berbentuk
federasi di Indonesia serta rencana pembentukan negara yang meliputi daerah-daerah di Indonesia bagian Timur.
Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Belanda dalam Forum
Internasional dan Pengaruhnya terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia
Selain menggunakan perjuangan bersenjata, para pemimpin bangsa
melakukan perjuangan diplomasi. Untuk lebih jelasnya, kalian pelajari
beberapa contoh perjuangan diplomasi bangsa Indonesia dalam berbagai
forum internasional di bawah ini.
1. Diplomasi Beras Tahun 1946
Antara India dengan Indonesia terdapat persamaan nasib dan sejarah.
Keduanya sama-sama pernah dijajah dan menentang penjajahan. Oleh
karenanya, ketika rakyat India mengalami kekurangan bahan makanan,
pemerintah Indonesia menawarkan bantuan padi sejumlah 500.000 ton.
Perjanjian bantuan Indonesia kepada India ditandatangani tanggal 18 Mei
1946. Perjanjian ini sebenarnya merupakan barter kedua negara, sebab
India ternyata juga memberikan bantuan obat-obatan kepada Indonesia.
Dampak yang ditimbulkan dari diplomasi beras adalah Indonesia semakin
mendapat simpati dunia internasional dalam perjuangannya mengusir
Belanda.
2. Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati dilakukan pada tangga 10 November 1946 di
Linggarjati, dekat Cirebon. Dalam perundingan ini, Indonesia diwakili
oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir sedangkan Belanda diwakili oleh
Prof. Scermerhorn. Perundingan tersebut dipimpin oleh Lord Killearn,
seorang diplomat Inggris. Berikut ini beberapa keputusan Perundingan
Linggarjati.
a. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia meliputi Jawa, Madura, dan Sumatra.
b. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama membentuk Negara
Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah
satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
c. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Dalam perkembangan selanjutnya, Belanda melanggar ketentuan
perundingan tersebut dengan melakukan agresi militer I tanggal 21 Juli
1947.
3. Agresi Militer Belanda (Tanggal 21 Juli 1947)
Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan aksi polisionil yang
dikenal dengan agresi militer I. Tujuannya adalah untuk menguasai
sarana-sarana vital di Jawa dan Madura. Jadi tujuan serangan ini
bersifat ekonomis. Pasukan Belanda bergerak dari Jakarta dan Bandung
untuk menduduki Jawa Barat, dan dari Surabaya untuk menduduki Madura.
Berbagai reaksi bermunculan akibat agresi militer I. Belanda tidak
menyangka apabila Amerika Serikat dan Inggris memberikan reaksi yang
negatif. Australia dan India mengajukan masalah Indonesia ini ke Dewan
Keamanan PBB. Pada tanggal 4 Agustus 1947, PBB mengeluarkan perintah
penghentian tembak menembak. Untuk mengawasi gencatan senjata, PBB
membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Anggota KTN ada tiga negara yaitu:
a. Belgia (dipilih oleh Belanda) dipimpin oleh Paul van Zeeland;
b. Australia (dipilih oleh Indonesia) dipimpin oleh Richard Kirby; dan
c. Amerika Serikat (dipilih oleh Indonesia dan Belanda) dipimpin Dr. Frank Graham.
Tugas utama KTN adalah mengawasi secara langsung penghentian
tembak-menembak sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB. Dengan
demikian masalah Indonesia menjadi masalah internasional. Secara
diplomatis jelas sangat menguntungkan Indonesia.
KTN berhasil mempertemukan Indonesia dengan Belanda dalam Perjanjian
Renville. Selain itu juga mengembalikan para pemimpin Republik
Indonesia yang ditawan Belanda di Bangka.
4. Perundingan Renville
Perundingan Renville dilaksanakan di atas Geladak Kapal Renville
milik Amerika Serikat tanggal 17 Januari 1948. Dalam perundingan
tersebut, pemerintah Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir
Syarifuddin. Sedangkan Belanda diwakili oleh Abdul Kadir
Widjojoatmodjo. Hasil perundingan tersebut adalah:
a. wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis van Mook),
b. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai Republik Indonesia Serikat terbentuk,
c. kedudukan RIS dan Belanda sejajar dalam Uni Indonesia-Belanda,
d. RI merupakan bagian dari RIS, dan
e. pasukan RI yang berada di daerah kantong harus ditarik ke daerah RI.
Nasib dan kelanjutan Perundingan Renville relatif sama dengan
Perundingan Linggarjati. Belanda kembali melanggar perjanjian dengan
melakukan agresi militer II tanggal 19 Desember 1948.
5. Agresi Militer Belanda II, (Tanggal 19 Desember 1948)
Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan aksi polisionil ke
II. Belanda menduduki kota Yogyakarta, yang diawali dengan penerjunan
pasukan payung di Lapangan Udara Maguwo, serta mengepung dan
menghancurkan konsentrasi-konsentrasi TNI. Dalam agresi kedua, Belanda
berhasil menduduki Yogyakarta dan menangkap para pemimpin politik serta
militer.
Meskipun para pemimpin politik ditangkap, pemerintahan Republik
Indonesia tidak berhenti. Sebelum ditangkap Presiden Soekarno memberikan
mandat melalui radiogram kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin
Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia
(PDRI) di Bukittinggi, Sumatra Barat. Melalui PDRI, pemerintahan tetap
terus berjalan. PDRI mampu memberi
instruksi kepada delegasi Indonesia di forum PBB untuk menerima
penghentian tembak-menembak dan bersedia berunding dengan Belanda. Hal
ini dilakukan dalam rangka menarik simpati dunia internasional. Selain
itu untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintahan RI
masih terus berjalan meskipun para pemimpin politik ditawan oleh
Belanda.
6. Konferensi Asia di New Delhi
Konferensi Asia di New Delhi di selenggarakan pada tanggal 20 – 25
Januari 1949. Dalam konferensi tersebut hadir 19 negara termasuk utusan
dari Mesir, Italia, dan New Zealand. Wakil-wakil dari Indonesia antara
lain Mr. Utoyo Ramelan, Sumitro Djoyohadikusumo, H. Rosyidi, dan
lain-lain. Hasil konferensi meliputi:
a. pengembalian Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta,
b. pembentukan pemerintahan ad interim sebelum tanggal 15 Maret 1949,
c. penarikan tentara Belanda dari seluruh wilayah Indonesia, dan
d. penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah Indonesia Serikat paling lambat tanggal 1 Januari 1950.
Menanggapi rekomendasi Konferensi New Delhi, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi tanggal 28 Januari
1949 yang isinya:
a. penghentian operasi militer dan gerilya,
b. pembebasan tahanan politik Indonesia oleh Belanda,
c. pemerintah RI kembali ke Yogyakarta, dan
d. akan diadakan perundingan secepatnya.
Dampak Konferensi Asia di New Delhi sangat jelas. Indonesia semakin
mendapat dukungan internasional dalam perjuangan mempertahankan
kemerdekaan dari ancaman Belanda.
7. Perundingan Roem – Royen
Terjadinya Agresi Militer Belanda menimbulkan reaksi yang cukup
keras dari Amerika Serikat dan Inggris, bahkan PBB. Hal ini tidak lepas
dari kemampuan pada diplomat Indonesia dalam memperjuangkan dan
menjelaskan realita di PBB. Salah satunya adalah L.N. Palar. Sebagai
reaksi dari Agresi Militer Belanda, PBB memperluas kewenangan KTN.
Komisi Tiga Negara diubah menjadi UNCI. UNCI kependekan dari United
Nations Commission for Indonesia. UNCI dipimpin oleh Merle Cochran
(Amerika Serikat) dibantu Critchley (Australia) dan Harremans (Belgia).
Hasil kerja UNCI di antaranya mengadakan Perjanjian Roem-Royen antara
Indonesia Belanda. Perjanjian Roem-Royen diadakan tanggal 14 April 1949
di Hotel Des Indes, Jakarta. Sebagai wakil dari PBB adalah Merle
Cochran (Amerika Serikat), delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh
Mr. Moh. Roem, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh van Royen.
Dalam perundingan Roem-Royen, masing-masing pihak mengajukan statement.
Lihat tabel 3.1
Tabel 3.1 Statement Indonesia dan Belanda dalam Perundingan Roem-Royen.
8. Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan tindak lanjut dari
Perundingan Roem-Royen. Sebelum KMB dilaksanakan, RI mengadakan
pertemuan dengan BFO (Badan Permusyawaratan Federal). Pertemuan ini
dikenal dengan dengan Konferensi Inter-Indonesia (KII) Tujuannya untuk
menyamakan langkah dan sikap sesama bangsa Indonesia dalam menghadapi
KMB. Konferensi Inter-Indonesia diadakan pada tanggal 19 – 22 Juli 1949
di Yogyakarta dan tanggal 31 Juli sampai 2 Agustus 1949 di Jakarta.
Pembicaraan difokuskan pada pembentukan Republik Indonesia Serikat
(RIS). Keputusan yang cukup penting adalah akan dilakukan pengakuan
kedaulatan tanpa ikatan politik dan ekonomi. Pada bidang pertahanan
diputuskan:
a. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional,
b. TNI menjadi inti APRIS, dan
c. negara bagian tidak memiliki angkatan perang sendiri.
KMB merupakan langkah nyata dalam diplomasi untuk mencari
penyelesaian sengketa Indonesia – Belanda. Kegiatan KMB dilaksanakan di
Den Haag, Belanda tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949. Dalam KMB
tersebut dihadiri delegasi Indonesia, BFO, Belanda, dan perwakilan
UNCI.
Berikut ini para delegasi yang hadir dalam KMB.
a. Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem,
Prof.Dr. Mr. Soepomo.
b. BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
c. Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
d. UNCI diwakili oleh Chritchley.
Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang, akhirnya KMB menghasilkan beberapa keputusan berikut.
a. Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
b. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
c. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.
d. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
e. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS.
f. Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang
Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan
bahwa para anggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan
TNI.
Pada tanggal 27 Desember 1949 dilaksanakan penandatanganan pengakuan
kedaulatan secara bersamaan di Belanda dan di Indonesia. Di negeri
Belanda, Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Dress, Menteri
Seberang Lautan Mr. A.M.J. A. Sassen, dan Drs. Moh. Hatta, bersama
menandatangani naskah pengakuan kedaulatan. Sedangkan di Jakarta Sri
Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda A.H.J. Lovink
menandatangani naskah pengakuan kedaulatan.
Berikut ini dampak dan pengaruh KMB bagi rakyat Indonesia.
a. Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
b. Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
c. Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
d. Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.